ALEL GANDA
Sistem transportasi dalam tubuh manusia terdiri
dari komponen jantung, pembuluh darah dan darah.Darah terdiri dari plasma darah
dan sel-sel darah.Semua manusia pasti mempunyai darah. Tapi ada yang
bergolongan darah sama dan ada yang bergolongan darah beda. Golongan darah
adalah sifat herediter yang dapat diturunkan dari parental dan maternal kepada
keturunannya.
Kegiatan sosial yang kadang kita jumpai dalam
kehidupan kita sehari-hari adalah kegiatan donor darah.Mungkin di antara Anda
ada yang pernah mendonorkan darahnya.Sebelum Anda mentransfusikan darah Anda,
pastinya dilakukan uji golongan darah dahulu. Hal ini penting dalam memisahkan
golongan darah apa yang nantinya dibutuhkan oleh resipien yang membutuhkan.
Darah yang ada pada tubuh Anda memiliki komponen
khusus yang mengekspresikan golongan darah Anda.Komponen itu adalah ada
tidaknya aglutinogen dalam serum darah dan ada tidaknya agglutinin pada
permukaan sel darah merah.Hal ini sangat penting diketahui, agar darah yang
Anda transfusi cocok dengan resipien dan tidak ada penolakan sistem tubuh dari
resipien.
Pengetahuan golongan darah ini sangat
penting.Misalnya, ada anak yang memiliki golongan darah yang berbeda dengan
kedua orang tuanya.Sebagai mahasiswa Biologi kita tidak boleh langsung menjudge
anak tersebut bukan anak kandung dari parentalnya karena bisa saja genotipe
kedua parentalnya ada yang heterozigot. Contoh, golongan darah A diekspresikan
oleh dua genotipe yaitu homozigot dominan atau heterozigot, berarti dipengaruhi
oleh alel ganda.
Peristiwa dan kejadian di atas pastinya menggugah
rasa ingin tahu kita sebagai mahasiswa Biologi dalam mempelajari golongan darah
yang ternyata dipengaruhi oleh alel ganda.Oleh karena pemikiran di atas, maka
dilaksanakanlah kegiatan praktikum ini.Sistem penggolongan darah yang kami
gunakan adalah sistem penggolongan darah pada umumnya yaitu sistem ABO.
Sebagian besar gen yang ada dalam populasi
sebenarnya hadir dalam lebih dari dua bentuk sel. Golongan darah ABO pada
manusia merupakan satu contoh dari alel berganda dari sebuah gen tunggal. Ada
empat kemungkinan fenotipe untuk karakter ini. Golongan darah seseorang mungkin
A, B, AB atau O. Huruf-huruf ini menunjukkan dua karbohidrat, substansi A dan
substansi B, yang mungkin ditemukan pada permukaan sel darah merah. Kesesuaian
golongan darah sangatlah penting dalam transfusi darah. Jika darah donor
mempunyai factor (A atau B) yang dianggap asing oleh resipien, protein spesifik
yang disebut antibody yang diproduksi oleh resipien akan mengikatkan diri pada
molekul asing tersebut sehingga menyebabkan sel-sel darah yang disumbangkan
menggumpal (Campbell, 2002).
Sebuah gen dapat memiliki lebih dari sebuah alel.
Alel-alelnya disebut alel ganda (multiple allele). Sedangkan peristiwa dimana sebuah
gen dapat mempunyai lebih dari satu alel disebut: multiple allelomorphi
(Henuhili, 2002).
Suatu sifat dikendalikan oleh sepasang alel pada
satu lokus gen. Namun pada kenyataannya banyak sifat yang dikendalikan oleh
lebih dari satu gen pada lokus yang berbeda dalam kromosom yang sama atau
bahkan dalam kromosom yang berlainan. Fenomena ini dinamakan poligen atau gen
majemuk. Contoh fenotip pada manusia yang dikendalikan secara poligenik adalah
pigmentasi kulit, tinggi badan, dan jumlah gigi dermal (Koesmadji, 2001).
Hewan, tumbuhan dan manusia dikenal mempunyai
beberapa sifat keturunan yang ditentukan oleh suatu seri alel ganda. Pada
kenyatannya pada suatu lokus (tempat) di kromosom tidak hanya ditempati oleh
sebuah gen tunggal saja, tetapi dapat juga ditempati oleh suatu seri dari
alel-alel. Alel-alel demikian itu dinamakan alel ganda. Dominansi dan jumlah
alel dalam tiap lokusnya berbeda satu sama lain. Beberapa sifat/ fenotip yang
dipengaruhi oleh alel ganda diantaranya adalah golongan darah manusia, rambut
pada segmen digitalis tengah dari jari-jari tangan, warna mata pada Drosophila,
warna rambut pada kelinci dan sebagainya ().
Alel yang anggotanya lebih dari dua disebut alel
ganda.Pada Drosophila ditemukan seri alel ganda yang mempengaruhi warna mata
yang terdiri tidak kurang dari 14 anggota. Penggunaan symbol bagi
anggota-anggota alel tersebut tetap mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku
bagi pasangan alel, yaitu untuk sifat yang paling dominan digunakan huruf besar
sedangkan bagi anggota-anggota alel lain digunakan huruf kecil dengan suatu
superscript (a1 atau as) atau subript (a1 atau
as). Urutan dalam penulisan anggota alel disesuaikan dengan urutan
dominansi satu sifat terhadap yang lain (Nio, 1990).
Mengikuti penemuan Laidsteiner tentang penggumpalan
sel-sel darah merah dan pengertian tentang reaksi antigen-antibodi maka
penyelidikan selanjutnya memberi penegasan mengenai adanya dua antibody alamiah
di dalam serum darah dua antigen pada permukaan dari eritrosit. Seseorang dapat
membentuk salah satu atau kedua antibody itu atau sama sekali tidak
membentuknya. Demikian pula dengan antigennya.Dua antigen itu disebut antigen-A
dan antigen-B, sedangkan dua antibodi itu disebut anti-A dan anti-B.melalui tes
darah maka setiap orang dapat mengetahui golongan darahnya. Berdasarkan sifat
kimianya, antigen-A dan –B merupakan mukopolisakarida, terdiri dari protein dan
gula. Dalam dua antigen itu bagian proteinnya sama, tetapi bagian gulanya
merupakan dasar kekhasan antigen-antibodi. Golongan darah seseorang ditentukan
oleh macamnya antigen yang dibentuknya (Suryo, 1990).
Antigen atau aglutinogen yang dibawa oleh
eritrosit orang tertentu dapat mengadakan reaksi dengan zat anti atau antibodi
atau agglutinin yang dibawa oleh serum darah.Dikenal dua macam antigen yaitu
antigen-A dan antigen-B, sedangkan zat antinya dibedakan atas anti-A dan
anti-B.Orang ada yang memiliki antigen-A, lain lagi memiliki antigen-B.ada juga
yang memiliki kedua antigen, yaitu antigen-A dan antigen-B, sedangkan ada pula
yang tidak memiliki antigen-A maupun antigen-B (Suryo, 2000).
Golongan darah manusia ABO ditentukan oleh
alel-alel i, IA dan IB. Alel i
resesip terhadap IA dan IB. Alel IA
dan IB bersifat kodominan, sehingga IB
tidak dominan terhadap IA dan sebaliknya IA
tidak dominan terhadap IB. interaksi antara alel i,
IA dan IB menghasilkan 4 fenotip
golongandarah, yaitu O, A, B dan AB. Gen I menghasilkan suatu molekul protein
yang disebut isoaglutinin yang terdapat pada permukaan sel darah merah. Orang
dengan alel IA dapat membentuk aglutinogen atau antigen
yang disebut antigen-A dalam eritrosit yang kemudian dapat bereaksi dengan
antibodi atau agglutinin atau zat anti-B yang terdapat di dalam serum atau
plasma darah (Henuhili, 2002).
Antigen A dan B diwariskan sebagai alelomorf
Mendel, A dan B adalah dominan. Misalnya, seseorang yang bergolongan darah B
mendapatkan turunan satu antigen B dari setiap ayah dan ibu atau satu antigen
dari salah satu orang tua dan satu O dari orang tua lain; jadi, seorang
individu yang berfenotip B dapat mempunyai genotip BB (homozigot) atau BO
(heterozigot). Kalau golongan darah orang tua diketahui, kemungkinan genotip
pada anak-anak mereka dapat ditetapkan. Kalau kedua orang tuanya bergolongan B,
mereka dapat mempunyai anak bergenotip BB (antigen B dari kedua orang tua), BO
(antigen B dari salah satu orang tua, O dari orang tua lain yang heterozigot),
atau OO (antigen O dari kedua orang tuanya, yang keduanya heterozigot). Kalau
golongan darah seorang ibu dan anaknya diketahui, penggolongan darah dapat membuktikan
bahwa seseorang adalah bukan ayahnya, meskipun tidak dapat membuktikan bahwa ia
adalah ayahnya. Manfaat prediktif semakin besar kalau penggolongan darah
kelompok orang yang bersangkutan ini meliputi pula identifikasi antigen lain
selain aglutinogen ABO. Dengan menggunakan sidik DNA,angka penyingkiran
paternal meningkat hampir mendekati 100% (Elvita, 2008).
Bahan utama yang digunakan dalam melakukan
identifikasi adalah berupa serum anti A dan serum anti B yang diteteskan pada
darah probandus. Jika pada anti serum A terjadi penggumpalan (aglutinasi)
sedangkan anti serum B tidak, maka golongan darah probandus adalah A. Bila
terjadi sebaliknya, maka golongan darah probandus adalah B. Bila kedua-duanya
mengalami penggumpalan maka golongan darah probandus adalah AB. Bila
kedua-duanya tidak mengalami penggumpalan maka golongan darah probandus adalah
O (Asriani, 2010).
Penjelasan teori mengenai golongan darah sangat
penting mengenal golongan darah sebelum melakukan transfuse darah. Pada serum
darah merah akan dibentuk anti bodi. Pada serum darah merah akan dibentuk anti
bodi yang dapat mengenali anti gen sel darah merahnya dan antigen asing yang
masuk dari luar. Antibodi akan menggumpalkan antigen yang berbeda dari antigen
yang dibentuk oleh sel darah merahnya. Jadi antibodi golongan darah A (yang
memproduksi antigen A) akan menggumpalkan antigen B dan antibodi golongan darah
B (yang memproduksi antigen B) akan menggumpalkan anti gen A. Jika antibody
tidak dapat menggumpalkan antigen A dan B karena memproduksi dengan baik
antigen tersebut maka golongan darahnya adalah AB. Sebaliknya, jika tidak
mengandung antigen baik A maupun B, antibodinya akan menganggap kedua antigen
tersebut sebagai zat asing sehingga kedua-duanya akan digumpalkan maka golongan
darahnya adalah golongan darah O. Bahan utama yang digunakan dalam melakukan
identifikasi adalah berupa serum anti A dan serum anti B yang diteteskan pada
darah probandus. Jika pada anti serum A terjadi penggumpalan (aglutinasi)
sedangkan anti serum B tidak, maka golongan darah probandus adalah A. Bila
terjadi sebaliknya, maka golongan darah probandus adalah B. Bila kedua-duanya
mengalami penggumpalan maka golongan darah probandus adalah AB. Bila
kedua-duanya tidak mengalami penggumpalan maka golongan darah probandus adalah
O (Edward, 2010).
Fluktuasi (naik turun) frekuensi gen yang acak
(random) atau disebut juga dengan genetic drift pengaruhnya dapat diabaikan
pada penduduk yang besar, tetapi pada penduduk yang kecil seperti penduduk yang
ada di Pulau Rupat pengaruhnya tidak dapat diabaikan, karena dengan jumlah
penduduk yang sedikit maka perkawinan sekerabat dekat banyak berlangsung.
Dengan perkawinan demikian yang berlangsung dari generasi ke generasi tentu
saja semakin meningkatkan jumlah genotif yang homozigot dan menurunkan jumlah
yang heterozigot (Darmawati, 2005).
INTERAKSI GEN
GEN LETAL
Gen letal atau gen kematian adalah gen yang dalam keadaan
homozigotik dapat menyebabkan kematain individu yang dimilikinya. Ada gen letal
yang bersifat dominan dan ada pula yang resesip. Gen letal ialah gen yang dapat
mengakibatkan kematian pada individu homozigot. Kematian ini dapat terjadi pada
masa embrio atau beberapa saat setelah kelahiran.Akan tetapi, adakalanya pula
terdapat sifat subletal, yang menyebabkan kematian pada waktu individu yang
bersangkutan menjelang dewasa. Ada dua macam gen letal, yaitu gen letal dominan
dan gen letal resesif. Gen letal dominan dalam keadaan heterozigot dapat
menimbulkan efek subletal atau kelainan fenotipe, sedang gen letal resesif
cenderung menghasilkan fenotipe normal pada individu heterozigot.
Peristiwa letal dominan antara lain dapat dilihat pada ayam
redep (creeper), yaitu ayam dengan kaki dan sayap yang pendek serta
mempunyai genotipe heterozigot (Cpcp). Ayam dengan genotipe CpCp mengalami
kematian pada masa embrio. Apabila sesama ayam redep dikawinkan, akan diperoleh
keturunan dengan nisbah fenotipe ayam redep (Cpcp) : ayam normal (cpcp) = 2 :
1. Hal ini karena ayam dengan genotipe CpCp tidak pernah ada.
Sementara itu, gen letal resesif misalnya adalah gen
penyebab albino pada tanaman jagung. Tanaman jagung dengan genotipe gg akan
mengalami kematian setelah cadangan makanan di dalam biji habis, karena tanaman
ini tidak mampu melakukan fotosintesis sehubungan dengan tidak adanya khlorofil.
Tanaman Gg memiliki warna hijau kekuningan, sedang tanaman GG adalah hijau
normal. Persilangan antara sesama tanaman Gg akan menghasilkan keturunan dengan
nisbah fenotipe normal (GG) : kekuningan (Gg) = 1 : 2.
Gen letal dominan
Beberapa contoh dapat dikemukakan disini.
- Pada ayam dikenal gen dominan C yang bila homozigotik akan bersifat letal dan menyebabkan kematian. Alelnya resesip c mengatur pertumbuhan tulang normal. Ayam heterozigot Cc dapat hidup, tetapi memperlihatkan cacat, yaitu memiliki kaki pendek. Ayam demikian disebut ayam redep (Creeper). Meskipun ayam ini Nampak biasa, tetapi ia sesungguhnya menderita penyakit keturunan yang disebut achondroplasia. Ayam homozigot CC tidak pernahdikenal, sebab sudah mati waktu embryo. Banyak kelainan terdapat padanya, sepeti kepala rusak, rangka tidak mengalami penulangan, mata kecil dan rusak. Perkawinan antara dua ayam redep meghasilkan keturunan dengan perbandingan 2 ayam redep:1 ayam normal. Ayam redep Cc itu sebenarnya berasal dari ayam normal (homozigot cc), tetapi salah satu gen resesip c mengalami mutasi gen (perubahan gen) dan berubah menjadi gen dominan C.
- Pada manusia dikenal Brakhifalangi, adalah keadaan bahwa orang yan berjari pendek dan tumbub menjadi satu. Cacat ini disebabkan oleh gen dominan B dan merupakan cacat keturunan. Penderita Brakhtifalangi adalah heterozigot Bb, sedang orang berjari normal adalah homozigot bb. Jika gen dominan gomozigotik (BB) akan memperlihatkan sifat letal. Jika ada dua orang brakhtifalaangi kawin, maka anak-anaknya kemungkinan memperlihatkan perbandingan 2 Brakhtifalangi: 1 Normal.
- Pada tikus dikenal gen letal dominan Y (Yellow) yang dalam keadaan heterozigotik menyebabkan kulit tikus berpigmen kuning. Tikus homozigot YY tidak dikenal,sebab letal. Tikus homozigot yy normal dan berpigmen kelabu. Perkawinan 2 tikus kuning akan menghasilkan anak dengan perbandingan 2 tikus kuning:1 tikus kelabu (normal). Dari ke tiga contoh dimuka dapat diketahui bahwa gen dminan letal baru akan nampak pengaruhnya letal apabila homozigotik. Dalam keadaan heterozigotik gen dominan letal itu tidak mengakibatkan kematian, namun biasanya menimbulkan cacat.
Gen Letal resesip
Beberapa contoh dapat dikemukakan disini:
- Pada jagung (Zea mays) dikenal gen dominan G yang bila homozigotik menyebabkan tanaman dapat membentuk klorofil (zat hijau daun) secara normal, sehingga daun berwarna hijau benar. Alelnya resesip g bila homozigotik (gg) akan memperlihatkan pengaruhnya letal, sebab klorofil tidak akan berbentuk sama sekali pada daun lembaga, sehingga kecambah akan segera mati. Tanaman heterozigot Gg akan mempunyai daun hijau kekuningan, tetapi dapat hidup terus sampai menghasilkan buah dan biji, jadi tergolong normal. Jika 2 tanaman yangdaunnya hijau kekuninan dikawinkan maka keturunannya akan memperlihatkan perbandingan 1 berdaun hijau normal: 2 berdaun hijau kekuningan.
- Pada manusia dikenal gen letal resesip I yang bila homozigotik akan memperlihatkan pengaruhnya letal, yaitu timbulnya penyakit Ichytosis congenita. Kulit menjadi kering dan betanduk. Pada permukaan tubuh terdapat bendar-bendar berdarah. Biasanya bayi telah mati dalam kandungan.
- Pada sapi dikenal gen resesip am, yang bila homozigotik (amam) akan memperlihatkan pengaruhnya letal. Anak sapi yang lahir, tidak mempunyai kaki sama sekali. Walaupun anak sapi ini hidup, tetapi karena cacatnya amat berat, maka kejadian ini tergolong sebagai letal. Sapi homozigot dominan AmAm dan heterozigot Amam adalah nomal. Cara menurunya gen letal resesip ini sama seperti pada contoh dimuka. andaikan ada sapi jantan heterozigot Amam kawin dengan sapi betina homozigot dominan AmAm, maka anak-anaknya akan terdiri dari sapi homozigot AmAm dan heterozigot Amam, di kemudian hari anak-anak sapi ini dibiarkan kawin secara acakan (random).
Tabel
Karena sapi F1 terdiri dari 2 macam genotip,
yaitu AmAm dan Amam, maka ada 4 kemungkinan perkawinan, ialah:
- 1 kemungkinan AmAm X AmAm, jantan betina bolak-balik
- 1 kemungkinan betina AmAm X jantan Amam
- 1 kemungkinan jantan AmAm X betina Amam
- 1 kemungkinan Amam X Amam, jantan betina bolak-balik.
Oleh Karena sapi homozigot resesip amam letal, maka
sapi-sapi F2 akan memperlihatkan perbandingan genotip 9 AmAm : 6
Amam. Dari berbagai keterangan di muka dapat diambil kesimpulan bahwa hadirnya
gen letal menyebabkan keturunan menyimpang dai hukum mendel, sebab perkawinan
monohybrid tidak menunjukan perbandingan 3:1 dalam keturunan, melainkan 2:1.
Mendeteksi dan mengeliminir gen-gen letal
Dari keterangan dimuka dapat diketahui, bahwa gen letal
dominan dalam keadaan heterozigotik akan memperlihatkan sifat cacat, tetapi gen
letal resesip tidak demikian halnya. Berhubung dengan itu lebih mudah kiranya
untuk mendeteksi hadirnya gen letal dominan pada satu individu daripada gen
letal resesip.
Gen-gen letal dapat dihilangkan (dieliminir) dengan jalan
mengadakan perkawinan berulang kali pada individu yang menderita cacat akibat
adanya gen letal.Tentu saja hal ini mudah dapat dilakukan pada hewan dan
tumbuh-tumbuhan tetapi tidak pada manusia.
INTERAKSI ANTAR GEN-GEN
Selain mengalami berbagai modifikasi nisbah fenotipe karena
adanya peristiwa aksi gen tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap
hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi nisbah fenotipe, tetapi
menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi
dua pasang gen nonalelik. Peristiwa semacam ini dinamakan interaksi gen.
Peristiwa interaksi gen pertama kali dilaporkan oleh W.
Bateson dan R.C. Punnet setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger
ayam. Dalam hal ini terdapat empat macam bentuk jengger ayam, yaitu mawar,
kacang, walnut, dan tunggal, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Persilangan ayam berjengger mawar dengan ayam berjengger
kacang menghasilkan keturunan dengan bentuk jengger yang sama sekali berbeda
dengan bentuk jengger kedua tetuanya. Ayam hibrid (hasil persilangan) ini
memiliki jengger berbentuk walnut. Selanjutnya, apabila ayam berjengger walnut
disilangkan dengan sesamanya, maka diperoleh generasi F2 dengan
nisbah fenotipe walnut : mawar : kacang : tunggal = 9 : 3 : 3 : 1.
Dari nisbah fenotipe tersebut, terlihat adanya satu kelas
fenotipe yang sebelumnya tidak pernah dijumpai, yaitu bentuk jengger
tunggal.Munculnya fenotipe ini, dan juga fenotipe walnut, mengindikasikan
adanya keterlibatan dua pasang gen nonalelik yang berinteraksi untuk
menghasilkan suatu fenotipe. Kedua pasang gen tersebut masing-masing
ditunjukkan oleh fenotipe mawar dan fenotipe kacang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar